Tuduhan Imaduddin Terhadap Para Habib Tidak Bisa Baca Kitab Kuning, Begini tanggapan Rektor Di Jember

Ada Tulisan Bagus dari Ustadz Rijal Mumazziq Z tentang pak Imad ini :

Bacaan Lainnya

Beliau (Ustadz Rijal Mumazziq) menulis di FB Beliau :

“Tapi saya belum lihat ada habib yang ngajari kitab, baca Fathul Muin, misalnya…”

demikian petikan ceramah dari KH. Imaduddin Ustman al-Bantani dalam salah satu potongan ceramahnya. Lantas, beliau mengkritik fenomena habib yang ceramah dan shalawatan (saja). Termasuk, kata Kiai Imad, beliau belum pernah melihat Habib Lutfi bin Yahya baca kitab kuning yang kemudian beliau simpulkan bahwa Habib Lutfi bukan ulama melainkan penceramah. 

Oke, jani begidi, eh jadi begini. Ada beberapa hal yang pantas kita cermati. Ketidaktahuan kita atas sesuatu tidak menjadikan sesuatu itu tidak ada. Taruhlah misalnya, saya tidak tahu jika di samping masjid al-Falah Kencong ada penjual ketan enak. Nah, ketidaktahuan saya atas keberadaan bakul ketan ini tidak menjadikan bakul ketan itu tidak ada. Wong faktanya memang ada. 

Nah, ketidaktahuan Kiai Imad atas banyaknya habaib yang bisa baca kitab kuning, bahkan juga menyusun karya-karyanya berdasarkan turats, tidak menjadikan fakta ini nihil. Paling gampang dicermati ya Prof. Quraish Shihab, kurang cespleng kayak gimana beliau itu. 

Kalaupun yang diketahui itu model Yik Bahar bin Smith yang baca kitabnya dari kiri ke kanan (embuh iki metode apa), atau beberapa habib yang kesana kemari cuma ngecer cerita keramat leluhurnya, juga beberapa oknum yang ndawir, ya ini bahasan lain. 

Tapi, kalau banyak habib yang bisa ngaji kitab kuning, ya pasti ada lah. Cari info terbuka kok. Habib Soleh bin Ahmad al-Aidrus Malang, bahkan punya banyak karya kitab berbahasa Arab. Ada 42 karya tulis beliau. Yang lebih sepuh seperti Habib Zen bin Ibrahim bin Sumaith, kelahiran Jakarta tinggal di Madinah, juga punya karya banyak. Al-Manhaj As-Sawi dan al-Ajwibah al-Ghaliyah, adalah di antara dua karyanya. Murid Habib Zen, Habib Ali bin Hasan Baharun (PP. Dalwa Pasuruan) juga merangkum petuah mulia beliau dalam Al-Fawaid al-Mukhtarah. Habib Ali juga menulis Syamsul Munirah. Kalau mencari habaib muda maupun sepuh yang punya karya intelektual, tak terhitung jumlahnya. Sama pula mencari Kiai sepuh maupun junior yang punya karya kitab. Uakeh… 

Hanya saja, ini juga fakta, kemasyhuran atas kealiman para habaib yang sibuk berkarya tulis ini kalah dengan popularitas para habaib yang bergerak di bidang majelis shalawat. Ya mau gimana lagi… Hahaha

Kalaupun Kiai Imad juga meragukan beberapa habaib bisa baca kitab kuning semisal Fathul Muin, bisa cek di chanel youtube PP. Sunniyyah Salafiyah Pasuruan yang diasuh oleh Habib Taufiq Assegaf. Di akun ini, kajian Fathul Muin diasuh oleh Habib Ahmad bin Nuh al-Haddad. Masih muda beliau ini. Kalau kajian di bidang aqidah, bisa cek di kanal Habib Habib Ali Baqir al-Saqqaf menantu Habib Umar Muthohar Semarang. Kalau kajian hadits dan kitab tasawuf, saya biasanya ngikuti pengajian kitabnya Habib Achmad Al-Habsyi Solo. Kalau ingin ngaji online Tafsir Jalalain juga bisa ikut kajiannya Habib Taufiq Assegaf dan Habib Abu Bakar Assegaf, Pasuruan. Yang lebih junior, Habib Muhammad bin Jindan juga ngaji tafsir yang disiarkan via chanel youtube al-Fachriyyah Tangerang. 

****

Ada beberapa kritik terhadap kelompok Ba’Alawy yang disampaikan oleh Kiai Imad. Beberapa serpihan kritik, saya setuju, tapi beberapa kali pula, saya melihat beliau kebablasan, tergesa-gesa, dan kurang obyektif. Mungkin saking semangatnya……

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *