NYENENGIN SATU KELUARGA, YANG SUSAH SATU NEGARA

✍️ Ali Syarief

Kalimat pada poster itu menampar kesadaran kita. Betapa mudahnya sebuah negara terseret ke dalam lingkaran penderitaan hanya karena kekuasaan dipusatkan pada satu keluarga. Ketika kebijakan publik berubah menjadi proyek pribadi, ketika jabatan dikelola seperti warisan, dan ketika masa depan sebuah bangsa dipertaruhkan demi kenyamanan segelintir orang—di situlah demokrasi berubah menjadi sandiwara.

Rakyat bekerja keras, membayar pajak, menanggung harga yang terus naik, sementara pusat kekuasaan justru sibuk merayakan dinasti. Mereka senang, kita menanggung. Mereka diistimewakan, kita yang dikorbankan. Yang lebih menyakitkan: seolah-olah semua itu berlangsung dengan dalih “demi rakyat”.

Padahal, negara yang sehat bukan dibangun dari kepentingan darah dan keluarga, melainkan dari akal sehat, meritokrasi, dan keberpihakan pada kepentingan publik. Kita tidak butuh pemimpin yang menata kursi untuk keluarganya—kita butuh pemimpin yang menata masa depan bangsanya.

Dan hari ini, suara rakyat semakin jelas: cukup sudah. Rakyat tidak ingin disetir oleh keluarga yang ingin terus berkuasa. Rakyat hanya ingin hidup yang layak, pemimpin yang adil, dan negara yang kembali berpihak kepada kepentingan banyak orang, bukan satu keluarga.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *