Ahli dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), Marsudi Wahyu Kisworo mengakui jika Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) KPU telah membuat banyak orang emosi, namun tak mempengaruhi perolehan suara dan angka para kandidat di Pilpres 2024.
Hal ini dikatakan Marsudi ketika dihadirkan sebagai ahli oleh tim hukum KPU dalam sidang gugatan hasil Pilpres 2024 di MK, Jakarta, Rabu (3/4).
“Kalau bermasalah dalam arti dia mempengaruhi angka, suara dan perolehan menurut saya tidak. Tapi bikin orang jadi emosi, jadi ribut, iya,” kata Marsudi.
Marsudi mengatakan keributan di tengah masyarakat sudah terjadi tak cuma di era Sirekap saja, melainkan sudah sejak KPU menggunakan Sistem Informasi Penghitungan (Situng) yang terakhir digunakan pada Pemilu 2019.
Namun, Marsudi mengatakan keributan yang terjadi itu tak ada guna.
Sebab, KPU menetapkan perolehan suara berdasarkan perhitungan manual secara berjenjang, bukan melalui Sirekap.
“Keributan yang enggak ada gunanya, kita ributin pepesan kosong. Wong, ini penetapan pemilu dasarnya manual. Itu yang dipakai. Jadi bukan dari Sirekap,” kata dia.
Tak hanya itu, Marsudi mengatakan KPU kerap melakukan koreksi terhadap angka-angka yang bermasalah di Sirekap.
Ia mencontohkan ada 12 ribu kesalahan di 12 ribu TPS. Namun, angka kesalahan tersebut tak hanya berfokus di satu paslon capres-cawapres saja, melainkan terdistribusi di tiga paslon.
“Tiga-tiganya ada yang naik dan turun. Ini enggak bisa ada algoritma yang didesain ini suara terkunci. Karena distribusi error ini terjadi di 3 paslon,” kata dia.
Tak perlu diaudit, tak ada fraud Marsudi juga berpendapat Sirekap belum perlu diaudit. Sebab, tidak ditemukan tindak pidana dan fraud terkait sistem rekapitulasi suara Pemilu 2024.
“Apakah cukup untuk audit forensik? Saya berpendapat belum, karena belum ada terjadi tindak pidana di sana. Kecuali bisa dibuktikan ada tindak pidana atau fraud, maka bisa dilakukan audit forensik,” kata Marsudi.
Marsudi juga menjelaskan bahwa kesalahan data yang ditampilkan oleh Sirekap bukan kesalahan manusia, melainkan kesalahan teknologi.
Dia menjelaskan sistem Sirekap menggunakan teknologi Optical Character Recognation (OCR).
Teknologi itu bertugas untuk membaca data dari formulir C hasil. Sementara itu, C.Hasil yang dibaca OCR berasal dari Sirekap Mobile yang diunggah oleh anggota KPPS.
Oleh sebab itu, jika ada kesalahan data maka itu merupakan kesalahan teknis (technical error). Dia menyebut kesalahan data dalam Sirekap bukan suatu fraud.
“Menurut saya itu teknikal error. Kecuali C.hasil, dokumen otentiknya diubah. Kalau dokumen otentiknya tidak sama dengan hasil yang kenyataannya, baru itu ada fraud yang dilakukan oleh KPPS,” ujarnya.
“Tapi kalau selama ini tidak pernah ada sanggahan bahwa hasil perhitungan suara di level TPS itu berbeda dengan kenyataan,” imbuhnya.
KPU membawa dua saksi dan satu ahli untuk memberikan keterangan dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) pada hari ini, Rabu (3/4).
Kedua saksi itu adalah Yudistira Dwi Wardhana Asnar, Pengembang Sirekap ITB dan Andre Putra Hermawan, Pusdatin KPU. Kemudian ahli yang akan berbicara di sidang adalah Marsudi Wahyu Kisworo.
Sumber: CNN