AKHLAK MULIA ITU SENTRAL KEBAIKAN



Oleh KH. Luthfi Bashori

Batasan usia atau umur itu bukan menjadi jaminan bagi kebaikan atau keburukan seseorang, namun akhlak dan perilaku seseorang itulah yang dapat dinilai apakah dirinya itu termasuk golongan orang-orang shaleh (baik), atau tergolong orang-orang thaleh (buruk/jahat).

Umumnya, seseorang yang usianya bertambah tua maka akhlak dan perilakunya akan semakin baik, terutama jika dirinya memiliki pondasi keimanan yang baik, bahkan tidak jarang ia terus memperbaiki dirinya karena takut terhadap kematian.

Namun ada pula yang sebaliknya, dalam istilah yang masyhur dikenal oleh masyarakat, ‘Tua-tua keladi, makin tua makin jadi’. Terkadang ada orang yang usianya semakin tua, namun perilakunya semakin bejat, bahkan melupakan kematian. 

Sebaliknya ada pula seseorang yang umurnya masih relatif muda belia, namun secara perilaku dan akhlaknya sangatlah baik dan terpuji, hingga menjadi panutan yang baik bagi masyarakat, entah itu bagi kalangan usia muda maupun kalangan lansia.

Rasulullah SAW bersabda: “Pemuda yang dermawan lagi berakhlak baik, lebih dicintai Allah daripada orang tua ahli ibadah yang kikir lagi berakhlak buruk. (HR. Imam Ad- Dailami melalui Ibnu Abbas r.a).

Akhlak yang mulia dapat mengantarkan pelakunya untuk mendapatkan  kedudukan yang tinggi di sisi Allah dan di tengah masyarakat, terlebih lagi bila disertai dengan sifat dermawan, maka orang yang menyandangnya tentu lebih dicintai oleh semua pihak, dibanding orang yang lebih terhormat darinya, namun tidak memiliki sifat kedermawanan.

Memupuk akhlak yang mulia pada setiap diri orang muslim itu, temasuk menjadi dasar bagi kepentingan dakwah Islamiyah, sebagaimana yang disampaikan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya:

إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاقِ

“Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak mulia.”
(HR. Al-Baihaqi).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *