1 Menit Paham Boikot
Malam itu kamu lapar.
Kamu pesan KFC, paket standar: dua potong ayam, nasi, dan minuman. Harganya sekitar Rp45.000.
Kenyang? Ya.
Tapi bukan cuma perutmu yang senang.
Ada satu hal yang sering luput dipikirkan:
Uang itu ke mana setelah masuk ke kasir?
Langkah Pertama: Uangmu Dipecah
Dari Rp45.000 itu, uangmu terbagi:
Sekitar 60–65% untuk biaya operasional: bahan baku, gaji, sewa, listrik, pajak, biaya pengiriman, dan sebagainya.
Sekitar 15–20% untuk keuntungan bersih pihak waralaba (dalam hal ini, Yum! Brands)
Sisanya jadi bagi hasil lokal, promosi, dan re-investasi
Kita ambil angka konservatif: 20% dari Rp45.000 berarti Rp9.000 masuk sebagai keuntungan bersih Yum! Brands setiap kali kamu beli satu paket.
Langkah Kedua: Siapa Pemilik Yum!?
Yum! Brands adalah perusahaan asal Amerika Serikat.
Dia pemilik merek KFC, Pizza Hut, dan Taco Bell di seluruh dunia. Dan meskipun kamu beli ayam di Indonesia, uang keuntungannya tetap mengalir ke pusat — lewat sistem royalti dan pembagian keuntungan.
Nah, siapa pemilik Yum!?
Jawabannya: para investor saham.
Dan di antara semua investor, yang paling besar kepemilikannya adalah:
The Vanguard Group – salah satu raksasa pengelola dana terbesar di dunia.
Mereka punya sekitar 12% saham Yum! Brands (berdasarkan data keuangan resmi).
Artinya begini:
Kalau Yum! dapat Rp9.000 dari ayam kamu, maka 12%-nya masuk ke kantong Vanguard.
Alias sekitar Rp1.080 per paket ayam.
Langkah Ketiga: Uang Vanguard, Larinya Ke Mana?
Vanguard ini gak diam. Mereka bukan cuma terima uang dividen dari Yum! lalu simpan. Mereka putar lagi uang itu diinvestasikan ke banyak perusahaan global.
Beberapa di antaranya?
- Lockheed Martin – produsen senjata canggih seperti rudal Hellfire, jet tempur F-35, sistem peluncur HIMARS.
- Elbit Systems – perusahaan teknologi militer asal Israel, pemasok utama drone tempur dan sistem kendali senjata.
- Northrop Grumman, Raytheon, dan sederet nama lain yang tidak asing di panggung perang dunia.
Semua ini tercatat dalam portofolio investasi resmi Vanguard.
Dan banyak dari perusahaan itu dikenal aktif menyuplai senjata ke militer Israel.
Langkah Keempat: Uangmu Jadi Apa?
Oke, sekarang kita berhitung.
Kamu beli 1 paket KFC → Vanguard dapat ± Rp1.080
Sedangkan Harga peluru kaliber 5.56 mm (digunakan tentara Israel) → sekitar Rp5.000 per butir (harga pasaran internasional)
Maka, 5 bungkus ayam KFC = 1 butir peluru
(5 x Rp1.080 = Rp5.400)
Atau gini:
Kamu dan 4 temanmu beli ayam.
Makan kenyang di meja yang sama.
Selesai makan, kalian secara tak sadar sudah “patungan” beli 1 peluru perang.
Satu peluru yang bisa menembus dada, jendela rumah, bahkan jasad anak kecil di Palestina.
Lalu, Apa yang Bisa Kita Simpulkan?
Kamu memang tidak pernah niat:
“Yuk, beli ayam buat biayai rudal Israel!”
Tapi rantai ekonominya berjalan seperti itu.
Niatmu tidak penting bagi sistem. Yang penting: aliran uangmu.
Sistem tidak melihat apakah kamu sengaja atau tidak.
Sistem hanya melihat:
“Siapa yang terima uang, siapa yang pegang saham, siapa yang belanja senjata.”
Bayangkan bro, Kamu dan 4 temanmu beli ayam. Tanpa sadar, kalian belikan peluru.
Esoknya ada anak Palestina yang tertembak. Siapa tahu itu peluru dari kita ?
KFC Bukan Satu-satunya…
Kalau kamu pikir KFC satu-satunya yang terlibat…
Kamu keliru besar.
Ada ratusan perusahaan raksasa dari makanan, teknologi, keuangan, hingga militer yang jejak uangnya bercampur dengan darah rakyat Palestina.
✅ McDonald’s
✅ Starbucks
✅ HP
✅ Intel
✅ Puma
✅ AXA
✅ Caterpillar
✅ Chevron
✅ Airbnb
✅ Disney
✅ Nestlé
✅ Unilever
…dan daftar ini belum selesai.
Dunia dibangun oleh kartel.
Jaring-jaring modal yang saling terhubung, saling lindungi, saling isi ulang.
Kamu beli burger, dia beli tank.
Kamu sewa hotel, dia sewa drone.
Sudah berapa Uang yang kita donasikan ke Palestina ?
Atau justru belum sama sekali.
Tapi seberapa banyak selama tiga tahun terakhir kamu beli produk Israel itu ?
ini Kesempatan Kita
Dulu kita hanya bisa mengutuk.
Sekarang kita bisa memukul.
Bukan dengan senjata. Tapi dengan keputusan.
Dan dampaknya mulai terasa.
Tak selalu masuk headline. Tapi mereka gemetar.
McDonald’s kehilangan pasar. Di Mesir, Turki, Qatar, Yordania ratusan Gerai mereka tutup.
Mereka bahkan bikin iklan klarifikasi, kalau mereka tak terafiliasi dengan negara manapun, sesuatu memalukan yang jarang terjadi. Tapi publik sudah terlanjur tahu siapa itu MCdonald’s.
Starbucks lebih parah. Sahamnya jatuh, nilai perusahaannya menguap. PHK pun tak terhindarkan.
KFC juga tidak aman.
Yum! Brands induknya mengalami penurunan tajam di negara-negara mayoritas Muslim. Banyak yang beralih ke brand lokal.
Ini bukan lagi wacana. Ini kenyataan.
Dan itu baru permulaan.
Bukan cuma makanan. Perusahaan teknologi, logistik, dan senjata Israel juga mulai oleng.
Banyak yang bilang boikot itu percuma.
Tapi yang mereka takutkan justru boikot.
Karena boikot adalah satu-satunya alat perang yang tak bisa mereka bombardir balik.
Ia diam. Tapi merusak dari dalam.
Satu orang tak beli, mungkin tak terasa.
Tapi seribu, sejuta, sepuluh juta?
Itulah yang sedang mereka hadapi sekarang.
Kalau kamu tidak bisa angkat senjata…
Pastikan uangmu tidak membiayai senjata musuh.
NGOPIDIYYAHfb