Apa yang terjadi di Pati, sudah pasti membuat panik Jakarta. Tidak saja demonstrasi yang besar, tapi juga isinya, dan gaungnya. Isunya adalah pajak.
Pemerintahan Prabowo-Gibran sangat bersemangat mengejar kantong rakyat. Sri Mulyani memajaki rakyat di setiap tikungan. Tidak ada yang bebas pajak. Dari parkir hingga kondangan, dari beli kolor sampai jual tanah. Belum lagi warisan dan rokok.
Saya sangat yakin bahwa mereka sangat nervous melihat perkembangan ini. Pati bisa jadi menjadi ‘template’ membangun gerakan dalam skala nasional.
Apa yang terjadi di tingkat lokal seperti Pati tidak banyak jauh dari tingkat nasional. Pejabat-pejabat dengan arogan berceloteh tanpa mempertimbangkan suara rakyat.
Saya bertemu dengan beberapa pegawai daerah. Jelas mereka sekarang harus mencari semua celah untuk menutup keuangan daerah yang bolong. Jakarta memotong anggaran habis-habisan. Tidak itu saja. Akibat UU Ciptaker atau Omnibus Law mengambil alih pemberian ijin ke pusat.
Kemudian, pemerintahan Prabowo-Gibran membuat program-program ambisius yang dikerjakan bukan oleh Pemda. Bahkan Pemda tidak dilibatkan sedikitpun.
Program MBG awalnya dilakukan oleh militer. Sekarang dilaksanakan oleh Badan Gizi nasional dengan Komcad SPPI. Program Koperasi Merah Putih berdiri sendiri dan independen dari kepala desa. Tapi jika ada kerugian, kepala desa yang menanggungnya dan dana desa jadi agunan untuk koperasi.
Presiden sendiri tampaknya tidak sedikitpun punya perhatian pada menteri-menterinya. Dan para menteri tidak tahu apa yang ia kerjakan. Mereka juga berkomentar seenaknya. Banyak dari komentar tersebut memancing kemarahan rakyat biasa. Seperti bupati Pati yang arogan itu.
Presiden Prabowo tampaknya lebih sibuk keluar negeri dan melakukan photo-op dengan para pemimpin negara. Dan, para pemimpin ini tahu betapa hausnya presiden kita akan kehormatan yang berbah militer sehingga kemana-mana dia disuguhi dengan parade militer.
Pemimpin kita sibuk “macak” sebagai orang besar dan mewakili bangsa besar. Ya kita besar. Tapi kita miskin sekali. Tidak ada yang merampok kita kecuali elit dan pejabat kita. Tidak ada yang mengadu domba kita selain politisi dan pejabat kita. Tidak ada yang menipu kita selain elit dan lagi-lagi pejabat kita — yang isinya elit yang tidak kenal rakyatnya dan hanya melihat dirinya sendiri.
Saya tidak heran, Pati akan menjadi template nasional jika Prabowo tidak sibuk dengan dirinya sendiri. Dia tidak sadar kalau semua bawahannya tahu bahwa Presiden tidak mau mendengar berita buruk. Maka yang dilakukan adalah berlomba-lomba menjilat.
Kakeknya Presiden lebih pantas jadi Bapak Koperasi, kata Menteri Kebudayaan yang tiba-tiba mau membelokkan sejarah. MBG akan bisa bikin kami bisa matematika dan bahasa Inggris, kata seorang Wamen. Angka kemiskinan turun, kata orang yang ngurus statistik sambil jungkir balik cari standar terendah.
Kita tahu semua itu tidak benar. Tapi toh orang-orang ini tetap omong tolol. Karena apa? Karena mereka perlu menjilat. Lidah mereka diarahkan ke atas dan terus mendongak, menjilat habis hingga ke bolong-bolong nya.
Saya sungguh tidak heran kalau orang2 yang mengurusi keamanan rejim ini sedang panik.
Para elit di pusat pun sedang berhitung dan berspekulasi. Penguasa pun sibuk mencari siapa yang akan kita-kira berkhianat.
Namun di bawah, rakyat sudah muak. Pati tidak akan berhenti di Pati. Pati adalah pemantik. Tergantung penguasa sekarang: berhenti kasih janji kosong dan arogan atau tumbang oleh gerakan sosial.
Made Supriatma