Di antara prinsip hidup bernegara yang diajarkan oleh Islam adalah menjaga ketaatan dan kesetiaan kepada pemimpin serta keutuhan dan persatuan umat Islam. Hal ini sebagaimana secara tegas disebutkan dalam Al-Quran 4:95 yang berbunyi
“Wahai orang-orang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul-Nya dan pemegang kekuasaan (ulil amri) di antara kamu”
Selain itu, prinsip ketaatan pemimpin adalah untuk menjaga kelangsungan sistem sosial. Sebab jika pangkat pemimpin tertinggi sah dan legal untuk digulingkan demi suatu alasan, orang-orang yang haus kekuasaan akan senantiasa berebut mencari pucuk kepemimpinan sehingga secara niscaya tercipta kondisi kekacauan dan hilangnya stabilitas keamanan di masyarakat yang merupakan kemafsadahan besar.
Karena kejahatannya yang sangat besar dan meresahkan, maka mengeluarkan diri dari kepemimpinan khalifah yang sah dengan melakukan makar dan kudeta terkategorikan sebagai jarimah atau pelanggaran hukum yang amat berat.
Begitu pun, dari sudut pandang hukum positif, makar atau usaha menjatuhkan pemerintahan yang sah dengan perlawanan bersenjata sebagaimana diatur dalam pasal 104 dan 108 KUHP diganjar dengan hukuman mati, penjara seumur hidup atau sependek-pendeknya 20 tahun.
Di Indonesia, aksi makar terhadap pemerintah yang sah bukan tak pernah terjadi, bahkan telah tercatat beberapa kali, baik didasari ketidakpuasan terhadap pemerintah atau ambisi kekuasaan semata.
Yang paling terkenal adalah pemberontakan yang terjadi pada tanggal 30 September 1966 oleh PKI (Partai Komunisme Indonesia) sehingga dalam sejarah Indonesia disebut peristiwa G30S PKI. Aksi makar ini sangat terkenal karena pemberontak berhasil menculik dan membunuh sejumlah petinggi dan perwira militer Indonesia.
Sebelumnya, PKI pernah melakukan pemberontakan serupa pada 1947-1948 di Solo namun dapat ditumpas oleh pasukan KRU-Z yang dipimpin oleh Jenderal Soedirman. Pada tahun 1995, mereka bangkit kembali dalam perjuangan komunisme malalui perjuangan partai dan politik bahkan bergabung dengan PNI hingga dapat menguasai banyak kursi penting di negara.
Dalam tinjauan fikih, para pelaku pemberontakan diistilahkan dengan bughat. Istilah ini diambil dari firman Allah dalam Al-Quran 49:9 berbunyi:
وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا ۖ فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَىٰ فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّىٰ تَفِيءَ إِلَىٰ أَمْرِ اللَّهِ ۚ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا ۖ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.”
Secara bahasa, baghy (mashdar dari bughat) mempunyai arti serupa dengan zulm yaitu berbuat melampaui batas.
Sedang secara terminologi fikih adalah sekelompok orang Islam yang menentang tunduk imam dengan menolak hak dan kewajibannya atau bermaksud menggulingkan. Hal ini berbeda dengan hirabah atau terorisme.
Kalau hirabah adalah menggunakan kekerasan untuk menguasai harta orang lain sehingga dampaknya adalah mengacaukan keamanan sosial. Sedangkan makar atau baghy bertujuan keluar dari ketundukan dan mengambil alih kekuasaan. Ada tiga kriteria untuk dikategorikan bughat:
Memiliki cukup power (kekuatan) seperti massa pendukung atau kekuataan persenjataan meskipun hanya banteng sekiranya mereka mampu menandingi imam.
Mempunyai takwil atau dasar argumen yang kuat dalam melakukan pemberontakan kepada imam.
Ada pemimpin yang mengkoordinir kekuatan para pemberontak.
Apabila muncul tanda-tanda bughat dengan kriteria di atas, maka imam harus sesegera mungkin melakukan usaha-usaha untuk mengembalikan mereka kepada ketaatan sebab membiarkan keberadaan mereka akan menjadikan disintergrasi negara.
Usaha tersebut dimulai dengan mendelegasikan utusan negara yang ulung untuk menanyakan kehendak mereka. Barang kali mereka melakukan pemberontakan karena kritik dan problem tertentu kepada negara.
Kemudian bagi pemerintah harus menjelaskan titik terang dari kritik dan problem tersebut.
Jika mereka masih tidak mau kembali tunduk, maka usaha berikutnya adalah memberikan nasehat kepada mereka dan disertai dialog terbuka.
Jika setelah diberikan nasehat dan dialog mereka masih tidak mau tunduk dan dalam kelompok mereka terdapat potensi kekuatan melawan imam maka diberikan ultimatum (ancaman) akan memerangi mereka.
Sekiranya memang dipandang sudah tidak ada lagi harapan mereka bertaubat dan tunduk kembali, maka gerakan mereka berhak ditumpas dan mereka berhak diperangi.
Menurut Imam Mawardi, memerangi kelompok pemberontak hukumnya wajib dengan 5 syarat:
Mereka telah mengusik keamanan masyarakat secara fisik.
Mereka menyebabkan kelemahan negara untuk berjihad melawan kaum musyrik.
Mereka merampas harta negara (baitul mal) yang tidak menjadi hak mereka.
Mereka enggan menunaikan kewajiban negara.
Mereka bersepakat untuk menggulingkan kekuasaan imam yang sah.Dengan demikian, maka para pemberontak PKI telah memenuhi kriteria dalam fikih sebagai bughat. Dari segi kekuatan, PKI memiliki kader simpatisan yang sangat besar sampai 300.000 dan anggota diperkirakan 2 juta.
Bahkan mereka juga memiliki laskar bersenja tersendiri seperti Laskar Hiam, Laskar Merah dan Umbel-Umbel. Belum lagi sebagai partai berhaluan komunis, mereka bersekongkol dengan kekuatan Komunisme Internasional. PKI juga memiliki pemimpin dan para komando terkenal yang mendalangi dan mengatur setiap pergerakan kader dan anggota seperti D.N. Aidit, Letkol Untung dan Muso.
PKI juga memenuhi persyaratan wajib untuk ditumpas yang diungkapkan Imam Mawardi.
1. PKI telah melakuan berbagai aksi teror, penculikan dan pembunuhan berencana kepada orang-orang yang dianggap tak sepaham.
2. Konflik internal yang disebabkan PKI membuat stabilitas negara terganggu dan kedaulatan negara terancam, terlebih negara saat itu baru terlepas dari para sekutu dan penjajah.
3. PKI menyerukan aksi Ganyang Setan Desa yaitu aksi sepihak merampas tanah dari para setan desa yang ada tujuh yaitu tuan tanah, pengelola tanah absentee hasil privatisasi dari perusahaan belanda/jepang, penerima ijin pengusahaan hutan (HGU), kiai dan pegawai pemeritah.
Di antaranya tanah negara yang akan digunakan untuk membangun pabrik gula. Tanah itu akan dibagi-bagikan kepada para anggota Barisan Tani Indonesia.
5. PKI terbukti berusaha melakukan kudeta dan penggulingan pemimpin negara sebagaimana terlihat saat perstiwa gerakan S30PKI.
Dengan beberapa keterangan di atas, maka tidak salah kalau PKI dikenakan hukum bughat. Dalam buku putih Benturan NU melawan PKI disebutkan bahwa bughat harus ditindak dan PKI adalah bughat maka PKI harus ditindak.
Demikianlah balasan yang harus ditanggung oleh mereka. Rencana dan rekayasa mereka untuk menguasai Indonesia dan umat Islam dibalas kegagalan oleh Allah.
Allah menyelamatkan NKRI agar tidak berubah menjadi Soviet Komunis yang mereka deklarasikan. Sebaliknya, partai mereka-lah yang dihancur binasaan lalu dilarang untuk hidup kembali di Tanah Air ini.
وَمَكَرُوا وَمَكَرَ اللَّهُ ۖ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ
Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.
Ditulis Bapak Kafabihi
Sumber : ppmus.id