Oleh KH. Luthfi Bashori
Di sekitar kehidupan bangsa Indonesia sejak dulu hingga kita, banyak terdapat hasil kesenian yang berupa patung manusia, entah itu patung seorang tokoh nasional, atau tokoh fiktif, atau juga patung hewan dengan berbagai bentuk ragamnya.
Terlepas dari siapa tokoh yang dipatungkan, atau hewan apa yang dipahatkan, maka hendaklah para seniman muslim, atau kaum muslimin yang mempunyai hobi sebagai penikmat seni pahat, wajib mempertimbangkan hukum pembuatan patung itu sendiri dalam kajian syariat Islam.
Allah SWT telah berfirman dalam hadits Qudsi: “Tiadalah orang yang lebih celaka daripada orang yang membuat patung seperti ciptaan-Ku (yakni menggambar makhluk yang bernyawa). (Apabila mereka hendak membuat gambar) hendaklah mereka menggambar biji gandum, atau biji jagung atau biji jawawut”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadits ini di antara dalil-dalil yang mengharamkan pembuatan patung-patung berbentuk manusia atau hewan yang bernyawa.
Maksudnya, tiada seorang pun yang lebih durhaka dan celaka di hadapan Allah daripada orang-orang yang membuat patung-patung berbentuk manusia dan hewan, maksudnya membuat patung yang sekira jika ada nyawanya maka patung-patung itu dapat hidup, dikarenakan bentuk gambarnya yang utuh atau sempurna.
Karena itu, bagi para senirupawan, jika mereka harus memahat demi memenuhi profesi dan hobinya, hendaklah membuat patung berupa biji-bijian atau buah-buahan, atau bibit tanaman atau sesuatu yang dapat dimakan, atau dapat juga membuat patung berbentuk benda-benda abstrak, jangan membuat patung berupa makhluk hidup, karena hukumnya haram.