Kasus KM 50 Dibawa ke Pengadilan Internasional, 26 Pejabat Negara Dilaporkan

Kasus tragedi KM 50 yang menewaskan enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) lima tahun lalu kini resmi dibawa ke ranah internasional. Pendiri dan Pembina Yayasan Markaz Syariah, Habib Rizieq Shiyab, mengumumkan bahwa kasus tersebut telah didaftarkan ke Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC) di Den Haag, Belanda.

“Kasus tragedi KM 50 sudah didaftarkan di Pengadilan Kriminal Internasional ICC pada bulan September lalu. Sudah dilaporkan ke Den Haag, sudah diregistrasi, hanya tinggal sekarang ini kita siapkan materinya,” ujar Habib Rizieq dalam acara haul yang disiarkan melalui kanal YouTube @OfficialIslamicBrotherhoodTV, Ahad (7/12/2025).

Mantan Ketua Umum FPI itu menjelaskan, laporan investigasi pelanggaran HAM berat pada tragedi KM 50 telah selesai disusun. Laporan tersebut akan dibuat dalam dua bahasa dan akan disampaikan kepada Presiden, pimpinan MPR, DPR, DPD, serta seluruh instansi terkait di Indonesia.

Pintu Pengadilan HAM Dalam Negeri Tertutup

Habib Rizieq mengungkapkan, selama lima tahun terakhir pihaknya telah berupaya menggelar pengadilan HAM di dalam negeri, namun semua pintu tertutup. “Lima tahun ini kita sudah berusaha bagaimana bisa digelar pengadilan HAM di dalam negeri. Tapi memang pintu-pintu itu tertutup. Jadi agak sulit sehingga lima tahun kita jatuh bangun,” katanya.

Menurutnya, para advokat Persaudaraan Islam kemudian mengambil kesimpulan untuk membawa perkara ini ke forum internasional. “Kami tidak lagi berharap untuk gelar pengadilan HAM di Indonesia, tapi tetap kami hormati pemerintah kita, kita hormati semua jalur-jalur hukum yang ada di Indonesia ini,” tegasnya.

Dikategorikan Pelanggaran HAM Berat

Habib Rizieq menegaskan, tragedi KM 50 bukan pidana biasa atau pelanggaran HAM biasa yang boleh diselesaikan di pengadilan biasa. Ia membandingkan kasus ini dengan kasus pembunuhan Brigadir Yosua yang melibatkan Ferdy Sambo, yang diselesaikan di pengadilan pidana biasa.

“Berbeda dengan kasus Munir yang diracuni di pesawat. Kasus Munir itu pelanggaran HAM berat karena sistemik, melibatkan badan negara, melibatkan aparat negara, ada rencana-rencana yang dibuat dan pembunuhannya penuh nuansa politik,” jelasnya.

Menurut Habib Rizieq, tragedi KM 50 memenuhi unsur pelanggaran HAM berat karena dilakukan secara sistemik dan masif, melibatkan instansi negara, serta ada unsur politik. Ia menjelaskan, enam santri yang tewas dalam insiden tersebut sedang menjaga keamanan dirinya dan keluarga karena adanya ancaman.

“Dua hari sebelum terjadi KM 50, ada tiga anggota BIN ditangkap oleh laskar di pesantren markas syariat Megamendung. Di laptop yang mereka bawa ada agenda yang bernama operasi delima yang mentargetkan saya,” ungkapnya.

26 Pejabat Negara Dilaporkan

Dalam laporan ke ICC, tercatat ada 26 pejabat negara yang dilaporkan, dengan nama pertama adalah Presiden Joko Widodo (periode 2014-2024). “Ada 26 pejabat negara yang kita laporkan ke ICC. Nomor satu adalah Joko Widodo. Ada sejumlah jenderal yang terlibat, ada sejumlah menteri, semuanya kita sebutkan,” kata Habib Rizieq.

Ia menjelaskan, jumlah tersebut belum termasuk eksekutor di lapangan yang bisa mencapai 35 orang. Yang dilaporkan tidak hanya pelaku langsung, tetapi juga pejabat yang dianggap melakukan kejahatan “by omission” yaitu membiarkan peristiwa terjadi dan tidak menggelar pengadilan HAM.

“Joko Widodo kena dua-duanya, by omission dan by commission. Terlibat langsung baik dalam peristiwa KM 50-nya atau menjadi pencipta kondisinya,” tegasnya.

Yang menarik, Komnas HAM juga dilaporkan ke ICC. Menurut Habib Rizieq, Komnas HAM dengan sengaja memanipulasi data sehingga peristiwa ini tidak digelar pengadilan HAM. “Yang menarik, selama Komnas HAM melakukan penyelidikan sampai kepada kesimpulan, Komnas HAM tidak pernah menemui saya atau mengajukan pertanyaan kepada saya tertulis atau secara lisan berkaitan dengan peristiwa KM 50,” katanya.

Selain itu, mantan Kapolri, mantan Kapolda, hakim, dan jaksa di pengadilan negeri sampai Mahkamah Agung yang menggelar pengadilan yang disebut Habib Rizieq sebagai “sidang dagelan” juga dilaporkan.

Konsekuensi Pelaporan

Habib Rizieq menjelaskan, jika laporan ini resmi masuk pada Desember ini, nama-nama yang disebutkan akan masuk dalam database seluruh dunia di setiap bandara. “Mereka menjadi orang yang dicari oleh pengadilan internasional untuk diadili. Artinya orang-orang ini besok tidak bisa bebas lagi ke luar negeri. Mereka ke Singapura saja bisa ditangkap, apalagi ke Eropa yang punya perjanjian dengan Mahkamah Internasional,” katanya.

Menurutnya, laporan akan disetor lengkap dengan foto dan identitas. “Begitu diperiksa oleh imigrasi suatu negara, akan ketahuan ini dicari oleh mahkamah internasional, ini pelanggar HAM. Selama ini dipanggil tidak pernah mau datang ke pengadilan internasional, ditangkap, diserahkan ke Den Haag,” jelasnya.

Hambatan Teknis Selama Lima Tahun

Habib Rizieq mengungkapkan, salah satu alasan kasus ini baru bisa dilaporkan setelah lima tahun adalah karena ketiadaan pengacara HAM internasional. “Untuk melaporkan suatu masalah ke Mahkamah Pidana Internasional, kita harus punya pengacara HAM yang punya sertifikasi internasional. Selama ini kita tidak punya,” katanya.Ia menjelaskan, pada 2021, kasus ini sempat dilaporkan secara online ke Mahkamah Internasional, namun tidak terproses karena tidak ada pengacara HAM internasional. “Alhamdulillah saat ini sudah belasan orang dari pengacara-pengacara Indonesia yang punya sertifikasi pengacara HAM internasional baru tahun ini,” ungkapnya.

Tragedi KM 50 terjadi pada Desember 2020 di Tol Jakarta-Cikampek KM 50, yang menewaskan enam anggota laskar FPI. Pemerintah menyatakan insiden tersebut terjadi dalam bentrokan dengan polisi, namun keluarga korban dan FPI menilai ada penembakan yang disengaja dan menuntut pengadilan HAM.

Sumber : jakartasatu