KH. Luthfi Bashori, “Saya Mencintai Kitab Al-Adzakar Karya Imam Nawawi”

SAYA MENCINTAI KITAB AL-ADZKAR KARYA IMAM NAWAWI

Bacaan Lainnya

KH. Luthfi Bashori

Rasanya, sejak pulang dari Makkah, tahun 1991 ada satu kitab yang paling saya kagumi dan saya cintai, bahkan tidak ingin rasanya jika saya harus meninggalkannya dalam kajian rutin sepaken sekali di pesantren, yaitu kitab Al-Adzkar yang ditulis oleh Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawi, atau yang masyhur dipanggil dengan sebutan “Imam Nawawi”.

Dulu tatkala saya belajar kitab Al-Adzkar di Alharamain (Makkah & Madinah) kepada guru mulia saya, Abuya Assayyid Muhammad Alwi Almaliki, beliau pernah menyampaikan satu mutiara kata terkait kemuliaan kitab Al-Adzkar:

بع الدار واشتر الاذكار
Juallah rumahmu untuk membeli kitab Al-Adzkar !

Atau:
بيع الدار لشراء الاذكار
(Perlu) menjual rumah untuk membeli kitab Al-Adzkar).

Artinya kitab ini sangat mulia dan terhormat dalam pandangan para ulama & umat Islam, hingga bila perlu hendaklah menjual rumah dan hasil penjualannya itu untuk membeli kitab Al-Adzkar.

Entah mengapa dalam hati, saya tidak pernah bosan mengajarkan kitab Al-Adzkar kepada para santri, bahkan jika satu periode pengajian kitab Al-Adzkar ini sudah selesai, maka pada periode berikutnya, saya pun akan mengulang lagi mengajarkan kitab Al-Adzkar di Aula pesantran, tanpa bosan-bosannya.

Setiap pertemuan saya hanya membaca satu atau dua paragraf, bahkan bisa kurang dari itu, karena saya berusaha menerangkan isinya, terutama saya kait-kaitkan dengan kondisi yang terjadi di jaman sekarang, atau saya selalu berusaha mengaktualisasi pembahasan Imam Nawawi tersebut dalam kehidupan nyata saat ini.

Seingat saya, sekarang ini sudah dua kali khatam kitab Al-Adzkar di Aula Pesantren Ilmu al-Quran, Singosari Malang, dan saya membaca ulang lagi untuk yang ketiga kalinya, saya mengulang dari bab pertama, dan kini sudah memasuki pada sekitar seperempat kitab bagian depan.

Para santri yang belajar pun silih berganti, ada santri yang baru masuk, dan ada pula santri yang boyong dari pesantren, sekalipun tidak dapat mengikuti khataman kitab Al-Adzkar.

Saya juga meyakini bahwa dalam kitab Al-Adzkar ini ada sir (rahasia) keberkahan bagi para pengkaji dan penyimaknya.

Saya ber’azem (berkeinginan dalam hati) selagi saya masih hidup dan mampu mengajarkan kitab Al-Adzkar di pesantren, yang pelaksanaannya pada setiap hari Senin bakdal Maghrib, maka hingga Allah memanggil nyawa saya pun, rasanya akan saya ulang-ulang lagi mengkaji kitab Al-Adzkar karya Imam Nawawi ini.

Biasanya, setelah mengajar beberapa baris, maka saya buka sesi tanya jawab. Santri boleh bertanya tentang tema yang dikaji, atau mengajukan pertanyaan umum tentang keislaman, hingga sampai jam pelajaran berakhir.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *