MENCIUM TANGAN KYAI DIBOLAK-BALIK

Tanya Jawab Bersama KH Luthfi Bashori

[10/9, 17.20] PENANYA:
Assalamu’alaikum

Kyai, mohon penjelasannya atau mungkin kisah atau apapun yang bisa masuk di logika kami.

Sampai saat ini saya belum bisa mencium tangan bolak-balik ala santri yang biasa dilakukan kepada para ulama’.

Hal ini karena saya mencium tangan kedua orangtua, Guru Ngaji & saudara² yang lebih tua itu hanya cukup mencium tangan biasa saja.

Sehingga tidak adil bagi saya jika terhadap kedua orangtua saja cuma cium tangan biasa, masak harus cium tangan bolak-balik terhadap ulama’. Jazakallah khairan.

[10/9, 23.35] LUTHFI BASHORI:
Imam al-Ghazali menempatkan guru lebih tinggi kedudukannya dibandingkan orang tua. Sebab gurulah yang mengantarkan seorang anak (murid) meraih kebahagiaan akhirat, sedangkan orang tua hanya terbatas pada kebahagiaan dunia, maksudnya, orang tua hanya mengasuh dan membesarkan anaknya saja secara fisik.

Imam Ramli menyebut perbandingan keutamaan guru dibandingkan orang tua.

فذاك مربى الروح والروح جوهر #
            وذاك مربى الجسم والجسم كالصدف

Artinya, “Dia (guru)-lah pembimbing rohani, dan rohani adalah mutiara

Dia (orang tua)-lah pembimbing jasmani, dan jasmani itu layaknya cangkang kerang.”

Kenapa demikian?
Orang tua berjasa dalam membesarkan raga kita, dari kita bayi hingga mati. Jadi Islam menaruh kehormatan kepada orang tua.

Tetapi Islam lebih memberikan tempat terhormat kepada guru (syaikh) yang telah mendidik akhlak kita kepada Allah dan akhlaq kita kepada makhluk-Nya.

Guru adalah pembimbing rohani kita hingga mengenal Allah, mengenal Rasulullah SAW dan mengenalkan kita agar selalu berjalan menuju surga yg kekal abadi.

Karena kehidupan akhirat itilu lebih mulia daripada kehidupan dunia, maka guru itu lebih mulia daripada orang tua.

Jadi, logika akhlaqnya: Jika kita mencium tangan orang tua kita sekali, maka hendaklah kita mencium tangan guru kita tiga kali. Begitulah yang umumnya diajarkan di pesantren-pesantren salaf Aswaja.

Pos terkait