Oleh KH. Luthfi Bashori
Kesaksian palsu atau syahadat zur merupakan dosa besar yang hampir setara dengan syirik dan durhaka kepada orang tua yang sulit diampuni oleh Allah. Kesaksian palsu merupakan perbuatan yang sangat berbahaya karena dapat menciderai keadilan dan kejujuran yang dijunjung Islam.
Bahkan dalam konteks keindonesiaan, memberikan keterangan palsu saat menjadi saksi di persidangan, dapat diancam dengan sanksi pidana keterangan palsu, sebagaimana yang diatur dalam KUHP UU 1/2023.
Rasulullah SAW bersabda: “Saksi dusta, sebelum kedua telapak kakinya beranjak Allah telah memastikan neraka baginya. (HR. Imam Al-Hakim).
Maksudnya, seseorang yang melakukan saksi palsu, maka sebelum kedua kakinya beranjak meninggalkan tempatnya, Allah telah menentukan baginya wajib masuk neraka. Jadi melakukan saksi palsu itu merupakan perbuatan dosa besar.
Menurut Imam Al-Qurtubi (671 H), sebagaimana yang dikutip oleh Al-Hafidz Imam Ibnu Hajar (852 H) dalam kitab Fath Al-Bari (5/426), tentang qaul az-zur:
هي الشهادة بالكذب ليتوصل بها إلى الباطل من إتلاف نفس، أو أخذ مالٍ، أو تحليل حرامٍ، أو تحريم حلال
“Qaul zur, adalah persaksian bohong, dengan tujuan yang bathil, bisa jadi karena merusak jiwa (karena pembunuhan), atau keuntungan harta, atau menghalalkan yang haram, atau mengharamkan yang haram”.
Imam Ibnu Hajar menambahkan, bahwa kriteria persaksian dusta adalah “dengan membalikkan fakta”.
Betapa keji dan jahatnya orang yang melakukan persaksian palsu, hingga diancam sanksi hukum baik di dunia terlebih lagi kelak di akhirat.
SAKSI DUSTA JURUSAN NERAKA
