Milisi Houthi di Yaman mengatakan mereka meluncurkan “sejumlah besar” drone dan rudal balistik ke arah Israel pada hari Selasa (31/10/2023).
Operasi tersebut merupakan operasi ketiga yang menyasar Israel dan akan terjadi lebih banyak lagi, kata juru bicara militer Houthi, Yahya Saree, dalam pernyataan yang disiarkan televisi.
Saree mengatakan serangan itu akan terus berlanjut sampai “agresi Israel” berhenti, mengacu pada perang melawan Hamas di Jalur Gaza.
Pemimpin Houthi Yaman, Abdel-Malek Al-Houthi, mengatakan pada 10 Oktober bahwa jika AS melakukan intervensi langsung dalam konflik Gaza, kelompok tersebut akan merespons dengan menembakkan drone dan rudal, serta mengambil opsi militer lainnya.
Kelompok Houthi melihat diri mereka sebagai bagian dari apa yang disebut “Poros Perlawanan” yang mencakup faksi Muslim Syiah yang didukung Iran di Irak dan kelompok Hizbullah di Lebanon.
Gerakan ini telah melawan koalisi pimpinan Arab Saudi sejak tahun 2015 dalam konflik yang telah menewaskan ratusan ribu orang. Selama pertempuran, Houthi menargetkan aset-aset strategis di Teluk, terutama fasilitas energi di Arab Saudi.
Secara terpisah, militer Israel mengatakan pihaknya menggunakan sistem pertahanan udara “Panah” untuk pertama kalinya sejak pecahnya perang dengan Hamas pada 7 Oktober untuk mencegat rudal permukaan-ke-permukaan di Laut Merah yang ditembakkan ke wilayahnya.
Seorang juru bicara mengatakan kepada Reuters bahwa dua insiden udara itu terjadi secara terpisah. Dalam insiden kedua, jet tempur Israel mencegat sasaran udara lainnya, tambahnya.
Pekan lalu, Israel menuduh Gerakan Houthi mengirimkan drone yang menyebabkan ledakan di dua kota Mesir di Laut Merah, dengan mengatakan bahwa drone tersebut dimaksudkan untuk menyerang Israel.
Pentagon mengatakan sebuah kapal perang Angkatan Laut AS, pada 19 Oktober, mencegat tiga rudal jelajah dan beberapa drone yang diluncurkan oleh Gerakan Houthi dari Yaman, yang berpotensi menuju Israel.