APA ANDA MENYETUJUI KEMAKSIATAN ?
Oleh KH. Luthfi Bashori
Jaman sekarang, bisa dikatakan sudah semakin edan saja, karena banyak terjadi kerterbalikan perilaku dan kebiasaan yang berkembang di tengah masyarakat.
Contoh paling ringan, adanya para wanita yang oleh syariat diperintahkan untuk menutup aurat seluruh anggota tubuhnya, namun kenyataannya justru lebih banyak yang senang mengumbar auratnya di sembarang tempat. Seperti saat keluar rumah, banyak kalangan wanita yang tidak menutup aurat betisnya, lengan tangannya, rambutnya, bahkan aurat sekwilda (sekitar wilayah dada)-nya.
Sedangkan di kalangan para lelaki yang batasan auratnya menurut kaedah fiqih adalah anggota tubuh dari lutut hingga pusar, namun kenyataannya justru banyak kaum lelaki jika keluar rumah akan mengenakan pakaian yang dapat menutup hampir seluruh tubuhnya selain wajah dan telapak tangan, alias lebih tertutup dari pada pakaian kaum wanita.
Di sisi lain, saat ini sudah banyak pula di kalangan lelaki remaja yang tidak malu lagi menggunakan anting-anting telinga dan berambut panjang dikuncit, dengan penampilan kemayu yang konon aksesoris semacam ini adalah menjadi tanda dan ciri khas bagi identitas kalangan wanita.
Seperti juga banyaknya wanita remaja tomboy yang sengaja menggunakan pakaian semacam celana levis ketat dengan paduan jaketnya, dan memotong rambutnya hingga cepak serta bertato, yang konon menjadi ciri khas penampilan lelaki trendy.
Nah, wanita model begini ini tak jarang yang ikut bergerombol dengan para lelaki seusianya, hingga terkadang sulit dibedakan mana yang lelaki dan mana yang wanita.
Demikianlah perilaku mungkar yang sering terjadi di tengah masyarakat. Belum lagi kemungkaran aqidah yang kerap muncul bak jamur di musim hujan, seperti munculnya aliran-aliran sesat yang terjadi di berbagai tempat.
Runyamnya keberadaan aliran-aliran sesat ini sering kali di bollow-up oleh pembelaan media atas nama HAM dan kebebasan berkeyakinan, sehingga masyarakat bahkan tidak jarang tokoh-tokoh Islam pun tiba-tiba begitu saja dapat menerima dan membiarkannya.
Ada kaedah yang mengatakan, suatu keburukan yang tiap hari disiarkan sebagai kewajaran sekalipun secara dusta, maka telinga masyarakat pun akan dapat menerimnya sebagai hal yang wajar.
Contoh yang mudah adalah memisal pendirian tempat lokalisasi pelacuran yang sejatinya adalah tempat keburukan, baik dalam pandangan duniawiyah lebih-lebih pandangan ukhrawiyah, namun karena masyarakat di sekitar tempat lokalisasi sudah tiap hari mendengarkan dan menyaksikannya, maka mereka pun menjadi terbiasa untuk dapat menerima pelacuran itu di sekitar lingkungannya secara wajar.
Demikian juga dengan aliran-aliran sesat yang keberadaannya di Indonesia ini sering di bollow-up oleh kepentingan sirkulasi media karena adanya sumber dana yang besar di kalangan komunistas aliran-aliran sesat tersebut, sebut saja Syiah, Wahhabi Mujassimah, Liberalisme agama, atau kelompok yang sengaja menentang hukum hasil ijma’ (kesepakatan) para ulama dan sebagainya, maka lambat laun aliran-aliran sesat itu akan diterima oleh masyarakat dan tidak lagi dianggap sebagai aliran sesat, namun dianggap hanya sebatas perbedaaan pendapat semata.
Shahabat ibnu Mas`ud berkata, Apabila ada perbuatan dosa dikerjakan di muka bumi, maka siapa saja yang menyaksikan secara langsung lantas membencinya, maka ia pun tergolong orang yang jauh dari kemaksiatan itu, sedangkan siapa saja yang jauh dari tempat perbuatan dosa itu, namun tetap menyetujuinya, maka ia pun tergolong orang yang menyaksikannya dan ikut berdosa atas kemaksiatan itu.
Syeikh Atha Al-Khurasani mengkatakan, bahwa Rasulullah SAW bersabda: Akan datang kepada manusia suatu masa di mana hati orang mukmin meleleh di dalam perutnya seperti garam yang larut di dalam air..! Lantas ada shahabat yang bertanya: Wahai Rasulullah, apa sebabnya terjadi hal itu? Nabi SAW menjawab: Ia melihat orang lain berbuat kemungkaran, tetapi ia tidak dapat mengubahnya.
Artinya, seseorang yang menyaksikan perbuatan maksiat dilakukan di hadapannya dan ia tidak mampu melarangnya, sedangkan hatinya ingkar dan tidak menyetujuinya, maka ia tidak akan mendapatkan dosa sekalipun perbuatan itu terjadi di hadapannya.
Begitu juga sebaliknya, jika seseorang mendengar suatu kemaksiatan di tempat yang jauh, dan dia merasa senang serta hatinya setuju, maka akan mendapatkan dosanya walaupun ia tidak ikut menyaksikan dan tidak ikut melakukan namun ikut menyetujuinya.