Jusuf Kalla : “Pertumbuhan Pembangunan Gereja itu 130%, Masjid cuma 63%, Harusnya Bersyukur, Bukan Ribut Satu Gereja ke Seluruh Dunia!”

“Gereja Sudah 56.000, Harusnya Bersyukur, Bukan Ribut Satu Gereja ke Seluruh Dunia!” – Jusuf Kalla di Hadapan 700 Pendeta

Suasana mendadak hening di aula besar itu. Di hadapan 700 pendeta dari berbagai denominasi, Jusuf Kalla mantan Wakil Presiden RI sekaligus Ketua Dewan Masjid Indonesia berbicara tegas menanggapi isu Gereja Yasmin, Bogor.

“Toleransi itu dua arah. Kalau pembangunan gereja diminta dipindah sedikit, ya pindah saja. Tuhan tidak marah kalau kamu ibadah di tempat lain. IMB itu bukan urusan Tuhan, tapi urusan Walikota!”

Nada bicaranya naik. Tegas dan logis.

Karena faktanya, masalah GKI Yasmin bukan soal agama. Tapi soal hukum.
Ketua RT setempat, Munir Karta, terbukti memalsukan tanda tangan warga demi mengurus izin gereja. Ia divonis bersalah di pengadilan. Tapi anehnya, yang disorot media justru penyegelan gereja, bukan pemalsuan dokumen.
Yang dituduh intoleran? Umat Islam.

📊 Mari Kita Bicara Data, Bukan Drama

Jusuf Kalla pernah menyampaikan data penting soal rumah ibadah di Indonesia:
• Pertumbuhan gereja dalam 20 tahun terakhir: naik 130%
• Pertumbuhan masjid: hanya 63%

Jumlah masjid memang lebih banyak. Wajar, karena umat Islam mayoritas. Tapi yang perlu dicermati adalah laju pertumbuhannya. Pertumbuhan gereja dua kali lebih cepat. Ini bukan hal kecil.

Dan pertumbuhannya bukan hanya dari dalam negeri. Banyak ditopang jaringan internasional—baik dari gereja luar negeri, yayasan Kristen global, maupun negara-negara Barat yang aktif mengirim dana, tenaga, bahkan program beasiswa.

🌍 Siapa Saja yang Terlibat?

Beberapa lembaga luar negeri yang dikenal aktif dalam pendanaan gereja dan program kristenisasi:
• World Vision (AS) – bantuan kemanusiaan berbasis penginjilan
• Christian Aid Mission
• Open Doors International
• Evangelical Fellowship of Canada
• The Joshua Project – secara spesifik menyasar suku-suku Muslim sebagai target misi
• Gereja Mormon (Utah, AS)
• Dukungan langsung dari Vatikan

Mereka tidak sekadar membangun gereja, tapi juga mengirim:
• Buku-buku Injil berbahasa lokal
• Tenaga misionaris (sering menyamar jadi guru, relawan, atau perawat)
• Bantuan sosial, beasiswa luar negeri, hingga sekolah asrama untuk kaderisasi gereja lokal

📌 Di banyak wilayah miskin dan terpencil, kegiatan ini masuk lewat pintu pendidikan, kesehatan, dan bantuan bencana. Sekilas tampak netral. Tapi di dalamnya, pelan-pelan disusupi pengajaran agama.

🏘️ Gereja dalam Satu Desa, Bisa 4–5 Jenis

Gereja di Indonesia tidak tunggal. Ada:
• Katolik
• Protestan
• Pentakosta
• Gereja Injili
• Saksi Yehuwa
• Gereja Reform
• Dan lainnya…

Satu desa kecil bisa punya 4–5 gereja beda aliran, yang kalau digabung jemaatnya kadang masih kalah ramai dibanding satu mushalla kecil di ujung kampung.

Apakah umat Islam pernah menghalangi pembangunan?
Faktanya: tidak. Gereja tumbuh di mana-mana. Bahkan gereja terbesar se-Asia Tenggara ada di Indonesia.

🏛️ Graha Bethany Nginden — Surabaya

• Kapasitas: 35.000 jemaat
• Kehadiran reguler: ±140.000 orang
• Berdiri megah dan bebas di tengah mayoritas Muslim Jawa

Ini menunjukkan bahwa negara ini tidak menghambat gereja. Justru membiarkannya tumbuh dengan leluasa. Tapi mengapa umat Islam justru terus yang dituduh intoleran?

🕌 “Kenapa Harus Ada Masjid di Kantor?”

Masih dalam forum yang sama, seorang pendeta bertanya:

“Kenapa di kantor-kantor pemerintahan harus ada masjid?”

Jusuf Kalla menjawab:

“Justru itu bentuk penghormatan kepada Anda. Jumat tidak libur, sementara Anda libur hari Minggu. Anda bisa kebaktian dalam 5 shift. Umat Islam cuma bisa ibadah Jumat sekali. Kalau tidak ada masjid, kami harus bolos kerja. Apa Anda mau hari libur ditukar? Jumat libur, Minggu kerja?”

Penjelasan yang sederhana, tapi dalam. Toleransi butuh saling mengerti, bukan saling curiga.

🤝 Toleransi Itu Bukan Harus Diam

Mari kita jujur. Tidak semua konflik rumah ibadah adalah soal agama. Kadang soal izin, kadang soal manipulasi. Tapi sering kali, narasi dipelintir: umat Islam dituduh anti-kebhinekaan.

Padahal, yang dijaga adalah aturan bersama. Dan umat Islam—dengan jumlah mayoritas—telah banyak menahan diri.

Namun di sisi lain, realitas pemurtadan juga tidak bisa diabaikan.
Jumlah Muslim semakin berkurang di beberapa daerah karena berbagai cara pengkristenan:
• Lewat sekolah gratis
• Bantuan sembako rutin
• Rumah sakit misi
• Buku pelajaran agama terselubung
• Hingga beasiswa luar negeri untuk anak-anak muda Muslim

🧭 Mari Jaga Proporsi dan Kejujuran

Indonesia adalah rumah bersama. Dan rumah ini bisa berdiri tegak kalau semua pihak sadar akan batas, sadar akan etika, dan menghormati hukum.

Toleransi itu bukan berarti satu pihak boleh melakukan segalanya, sementara pihak lain dituntut selalu mengalah.

Toleransi berarti dua pihak sama-sama dewasa.
Sama-sama taat hukum.
Dan sama-sama menjaga harmoni, bukan memanfaatkannya.

——————

Sumber  : ngopidiyyahfb

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *