NU BERSAMA PALESTINA ATAU ISRAEL?

Oleh Ayik Heriansyah
Pengurus Lembaga Dakwah PWNU Jawa Barat

Bacaan Lainnya

Isu Palestina bukanlah hal baru bagi Nahdlatul Ulama (NU). Sejak zaman Hadratus Syekh KH Hasyim Asy’ari, NU telah menunjukkan keberpihakan yang tegas terhadap rakyat Palestina dan penolakan terhadap segala bentuk penjajahan, termasuk oleh Israel.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, arah diplomasi personal-kultural Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf telah memancing polemik. Perdebatan serius. Apakah NU masih konsisten berpihak pada keadilan, atau mulai tergoda oleh dialog yang ambigu?

Sebagai sebuah lembaga keberpihakan NU terhadap Palestina setidaknya dapat dibuktikan dengan fakta-fakta berikut ini:

Pada tahun 1937, KH Hasyim Asy’ari memimpin penggalangan dana untuk rakyat Palestina melalui Palestina Fons dan Majelis Rajabiyah. Dana ratusan ribu gulden dikirimkan sebagai bentuk solidaritas terhadap bangsa yang tertindas.

Beliau juga menjalin komunikasi dengan Syekh H. M. Amin Al-Husaini, Ketua Kongres Islam Sedunia di Palestina, menegaskan bahwa perjuangan melawan penjajahan adalah bagian dari jihad kemanusiaan.

Sikap ini bukan sekadar simbolik, melainkan prinsip ideologis yang menolak kolonialisme dalam bentuk apa pun, baik di Indonesia maupun di Timur Tengah.

Di Jakarta, pada 30 April 2025, Forum Bahtsul Masail PWNU DKI Jakarta juga telah membahas isu-isu terkait Israel secara eksplisit: Boikot terhadap perusahaan yang mendukung agresi Israel dinyatakan sah secara syar’i. Akan tetapi, tuduhan terhadap perusahaan harus didasarkan pada bukti konkret, menunjukkan bahwa NU tetap menjunjung etika dalam perjuangan politik.

Sejak 2023 NU melalui NU Care-LAZISNU dan Muslimat NU telah menyalurkan bantuan kemanusiaan ke Palestina secara terstruktur dan internasional:

  • Lebih dari Rp15 miliar disalurkan ke Gaza, Khan Younis, Yerusalem, dan Tepi Barat.
  • Bantuan mencakup air bersih, makanan, perlengkapan musim dingin, dan kurban.
  • Muslimat NU menambahkan Rp2 miliar untuk kebutuhan pokok dan kesehatan.
  • Bantuan disalurkan melalui mitra di Turki, Mesir, Yordania, dan Palestina.

Ketua Umum PBNU sendiri mendukung penuh penggalangan bantuan ini, menegaskan bahwa NU tetap berkomitmen terhadap kemanusiaan dan perdamaian global.

Di tengah aksi nyata tersebut, muncul kontroversi serius:

  • Kunjungan Gus Yahya ke Israel pada 2018 dan pertemuannya dengan PM Benjamin Netanyahu memicu kecaman luas.
  • Kehadiran Peter Berkowitz, akademisi pro-Zionis, sebagai narasumber dalam Akademi Kepemimpinan Nasional NU (AKN NU) memperkuat kekhawatiran publik.
  • Berkowitz juga sempat mengisi forum di Universitas Indonesia, yang kemudian meminta maaf karena dinilai tidak sensitif terhadap komitmen Indonesia terhadap Palestina.

Langkah-langkah ini menimbulkan pertanyaan, apakah NU sedang bergeser dari diplomasi berbasis keadilan menuju diplomasi simbolik yang mengarah kepada normalisasi penjajahan Israel?

Kegusaran umat dapat ditepis apabila NU memegang teguh prinsip justice-centered diplomacy, yaitu diplomasi yang menempatkan keadilan sebagai fondasi utama. Dengan prinsip, menolak normalisasi dengan Israel selama pendudukan masih berlangsung. Menuntut hak kembali bagi pengungsi Palestina. Mendorong investigasi internasional atas pelanggaran HAM.

NU memiliki warisan keberpihakan yang kuat terhadap Palestina, dibuktikan melalui dukungan Muassis NU terhadap perjuangan Palestina, fatwa boikot produk-produk Israel dan bantuan kemanusiaan. Sayangnya, diplomasi individual-kultural Gus Yahya yang merangkul tokoh pro-Zionis dan kunjungan kontroversial ke Israel menimbulkan masalah baru.

Pos terkait