ULIL, YAQUT DAN NU

✍️ Atharasyid Nugraha
.
Ulil Abshar, Liberal dan NU, sangat wajar membela Yaqut, mantan Menteri agama yang terduga (semoga naik menjadi tersangka) melakukan korupsi. Karena kalau Yaqut menjadi tersangka maka seluruh NU yang menanggung dampaknya, seperti hilangnya pamor, prestise, hegemoni “Islam” Dan Otoritas “Islam” di Indonesia.
.
Dan dia, serta kebanyakan NU, tidak mau jika harus kehilangan pamor, prestise, hegemoni “Islam” dan otoritas “Islam” di Indonesia.
.
SISI LOGIKA KEKUASAAN
.
NU, sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia, punya posisi simbolik yang sangat kuat. Menteri Agama yang berasal dari NU dianggap sebagai representasi otoritas mereka.
.
Jika Yaqut terbukti korupsi, maka bukan hanya individu yang jatuh, melainkan simbol NU sebagai penjaga “otoritas Islam negara” ikut runtuh.
.
Ulil Abshar, dengan posisinya sebagai bagian dari jaringan liberal dan dekat dengan lingkar NU, secara kalkulatif tentu akan berupaya memitigasi kerusakan reputasi ini. Membela Yaqut berarti membela stabilitas “simbol kekuasaan” NU.
.
SISI PSIKOLOGI MASSA
.
Orang NU banyak yang mengaitkan identitas agama dengan identitas organisasi. Jika tokoh mereka jatuh karena korupsi, maka mereka merasa ikut dipermalukan.
.
Di sinilah muncul bias kognitif: loyalitas buta (ingroup bias). Mereka lebih memilih menyangkal atau membela tokoh ketimbang menerima kenyataan pahit bahwa otoritas agamanya bisa ternoda.
.
SISI AQIDAH
.
Dalam aqidah Islam yang lurus, kehormatan agama tidak berdiri pada individu atau organisasi, melainkan pada kebenaran wahyu (Al Qur’an dan Sunnah). Membela orang salah karena takut reputasi agama runtuh adalah bentuk pencampuradukan antara agama Allah dengan kepentingan kelompok.
.
Ini justru menjadikan agama sebagai tameng politik. Padahal Rasulullah ﷺ mengingatkan:
.
“Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah karena jika orang mulia di antara mereka mencuri, mereka biarkan, tetapi jika orang lemah mencuri, mereka tegakkan hukum atasnya.”
.
SISI SOSIOPOLITIK
.
NU selama ini menjadi kekuatan hegemonik dalam bidang agama di Indonesia. Posisi “kultural” sekaligus “struktural” itu membuat mereka sensitif terhadap isu yang bisa meruntuhkan wibawa.
.
Kasus Yaqut, jika benar-benar naik ke ranah hukum, bisa dimanfaatkan lawan politik untuk menyerang NU sekaligus meruntuhkan dominasi mereka. Maka, pembelaan Ulil adalah bagian dari narasi penyelamatan institusi, bukan sekadar pembelaan pribadi.
.
MAKA
.
Ulil membela Yaqut karena survival hegemoni NU, bukan karena murni fakta hukum.
.
Psikologi massa NU membuat mereka lebih takut kehilangan prestise daripada kehilangan kebenaran.
.
Dari sisi aqidah, ini adalah bentuk penyimpangan: agama dijadikan alat legitimasi kekuasaan, bukan dijaga kesuciannya.
.
Sumber fb

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *