Perbedaan Masjid Dan Musholla

Konsultasi Agama Bersama KH. Luthfi Bashori

Bacaan Lainnya

PENANYA :

Assalamualaikum, izin bertanya kyai 🙏🏻🙏🏻

Apakah mushola hukumnya sama seperti masjid ?
Orang yg haid tidak boleh masuk kedalam 🙏🏻🙏🏻

JAWABAN :

Ada sedikit perbedaan antara hukum Masjid & Mushalla, silahkan diperhatikan terutama pada poin ke dua pada keterangan berikut:

ويفارق المسجد المصلى في بعض الأحكام منها:
Perbedaan antara masjid dan musholla dalam beberapa hal segi hukumnya adalah sebagai berikut:
أولاً: المسجد – كما ذكرنا -: المكان الموقوف للصلاة؛ فلا يصح التصرف فيه ببيع ونحوه.

Pertama. Masjid sebagaimana yg telah disinggung di atas adalah: Suatu tempat yg diWAKAFkan untuk sholat. Dengan demikian, maka tidak shah melakukan aqad jual beli dan sejenisnya ditempat tersebut.

قال الإمام النووي: “الأظهر أن الملك في رقبة الموقوف ينتقل إلى الله تعالى، أي ينفك عن اختصاص لآدمي فلا يكون للواقف ولا للموقوف عليه” “منهاج الطالبين (170)

Menurut Imam Nawawy: “Pendapat terkuat adalah sesungguhnya kepemilikan barang yg diwakafkan adalah dialihkuasakan kepada Allah SWT, artinya harus dijauhkan dari kepentingan2 tertentu yg shifatnya haqqul adamy. Dengan demikian, tidak ada lagi ikatan (kepemilikan) antara si pewaqif dan barang yg diwakafkan lagi. (Minhajuth Thalibin: 170)

أما المصلى فيصح كونه مملوكاً لشخص معين، ويصح بيعه أو تحويله إلى مكان آخر، ويصح كونه مستأجراً.

Adapun musholla, maka hukumnya shah bila kondisinya adalah dinisbahkan kepemilikannya terhadap orang tertentu, dan shah (boleh) juga si pemilik menjualnya atau menukargulingkannya ke tempat lain, bahkan sah/boleh juga bila tempat tersebut diambil jasa/upah.

*ثانياً: يحرم على الحائض والجنب اللبث في المسجد، بينما يصح لهما المكث في المصلى. قال الإمام النووي: “ويحرم بها – أي بالجنابة – ما حرم بالحدث، والمكث بالمسجد لا عبوره” “منهاج الطالبين” (1/ 12 ).*

*Kedua: Haram bagi perempuan haidl atau junub berdiam di dalam masjid, sebaliknya mereka berdua boleh diam di dalam musholla. Menurut Imam Nawawy: Haram bagi perempuan junub sesuatu yg diharamkan bagi penyandang hadats, berdiam di masjid, namun tidak bila sekedar lewat. (Minhajuth Thalibin, Juz 1, hal. 12)*

ثالثاً: الاعتكاف أو تحية المسجد لا يصحان إلا في المسجد. قال الخطيب الشربيني: “ولا يفتقر شيء من العبادات إلى مسجد إلا التحية والاعتكاف والطواف” “مغني المحتاج” (5/ 329).

Ketiga, I’tikaf dan tahiyatul masjid tidak shah keduanya selain di masjid. Syeikh Khotib Asy Syarbiny berkata: Sebagian dari ibadah tidak membutuhkan ta’alluqnya dengan masjid kecuali 3 hal, yaitu: tahiyatul masjid, i’tikaf dan thawaf. (Mughny Al Muhtaj: 5/329).

رابعاً: يحرم اعتلاء المسجد ببناء أو طوابق. جاء في “حاشية ابن عابدين”: “لو تمت المسجدية ثم أراد البناء – أي بناء بيت للإمام فوق المسجد – مُنع” (3/ 371)، أما المصلى فيصح ذلك لأنه ليس بموقوف، مع مراعاة المحافظة على نظافة المصلى وتنزيهه عن النجاسة.

Keempat: Haram membangun diatasnya masjid suatu bangunan atau loteng2. Maksudnya, sebagaimana dalam Kitab Hasyiyah Ibn Abidin: “Selagi sifat kemasjidan itu telah sempurna, kemudian dikehendaki dibangun di atasnya suatu bangunan – misalnya rumah untuk Imam Masjid dibagian atasnya – maka hal semacam ini adalah dicegah (Juz 3 hal. 371). Berbeda dengan Musholla, maka shah hal sedemikian itu, karena ia bukan termasuk tempat yg diwakafkan, dengan catatan: selagi bisa menjaga atas kebersihan dan kesucian musholla dari najis.

وتصح صلاة الجمعة في المصلى، والأفضل كونها في المسجد. قال الشيخ الجمل عن صلاة الجمعة: “لأن إقامتها في المسجد ليست بشرط” “حاشية الجمل على شرح المنهج” (2/ 238).

Shah mendirikan sholat jum’ah di musholla. Akan tetapi yg paling afdlal adalah di Masjid. Menurut Syeikh Jamal tentang Sholat Jum’at: “Mendirikan sholat jum’at di masjid adalah bukan suatu yg disyaratkan. (Hasyiyatul Jamal ‘ala Syarh Al minhaj: 2/238)

Pos terkait