✍️ KH. Luthfi Bashori
Jika seseorang dicaci, dihina, atau disakiti dengan lisan atau tulisan, apalagi di saat menyampaikan kebenaran (amar ma’ruf), atau mengungkap kemaksiatan (nahi munkar), lalu ia bersabar dan tidak membalas dengan caci-maki yang serupa, maka ia akan mendapat pahala besar dari Allah SWT.
Dalilnya dalam Al-Qur’an:
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya orang-orang yang sabar akan diberi pahala tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 10)
Membalas caci-maki dengan kebaikan:
ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
“Tolaklah (kejahatan) dengan cara yang lebih baik.” (QS. Fussilat: 34)
Dalil Hadits, Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tidaklah seorang hamba didzalimi lalu ia bersabar, kecuali Allah akan menambah kemuliaan baginya.” (HR. Ahmad)
Dalam hadits lain tentang orang bangkrut (muflis), disebutkan bahwa dosanya orang yang dicaci-maki itu akan dipindahkan kepada pelaku kezhaliman (pencaci) pada hari Qiamat (HR. Muslim).
Ini menunjukkan bahwa orang yang dicaci dan bersabar akan mengambil pahala dari orang yang mencacinya.
Rincian Hukum & Sikap:
1. Sabar dan memaafkan → pahala besar, derajat diangkat.
2. Tidak membalas dengan cacian → lebih utama.
3. Boleh membela diri secara wajar (tanpa melampaui batas) jika diperlukan.
4. Memaafkan lebih afdhal, namun menuntut hak juga dibolehkan.
Kesimpulan:
👉 Dicaci-maki bukan kerugian, tapi bisa menjadi ladang pahala, penghapus dosa, dan peninggian derajat, selama disikapi dengan sabar dan akhlak yang baik.
(Khusus di akun saya pribadi, maka terhadap pihak yang berkomentar negatif dengan mencaci-maki, paling-paling hanya SAYA HAPUS komentarnya, atau maksimalnya SAYA BLOKIR akunnya, agar saya cepat lupa namanya dan gak perlu kenal dengan si pencaci-nya tersebut).
